Jumat, 08 Juli 2011

Beberapa Masalah Penyusunan Sejarah Bahasa Melayu Indonesia dan Penuturnya



       DALAM beberapa tahun terakhir ini penyelidikan mengenai masa lampau bahasa Melayu Indo- nesia dilaksanakan melalui subdisiplin, yaitu pra-sejarah bahasa, sejarah bahasa, dan sejarah kajian. Bidang pertama, prasejarah bahasa Melayu, bertujuan memahami bahasa Melayu sebelum bahan-bahan tertulis yang mengungkapkannya ditemukan. Bidang ini merupakan bagian lingu-istik historis komparatif Austronesia, yang deng-an metode prospektif dan restrospektif dapat di-peroleh gambaran tentang ujud bahasa Melayu, hubungannya dengan bahasa-bahasa kerabat dan aspek-aspek kultural penuturnya.
Bidang kedua, sejarah bahasa Melayu Indonesia menggunakan bahan-bahan tertulis yang berhasil ditemukan, bertujuan memahami perkembangan bahasa ini, baik segi stuktural, mau-pun segi sosial. Atas dasar kedua aspek itu dapat dibedakan sejarah stuktural bahasa dan sejarah sosial bahasa.
Dalam bidang ketiga, sejarah kajian bahasa Melayu, Melayu Indosesia, berlainan dengan ke-dua bidang, pertama yang dijadikan bahasa penelitian bukannya bahasa Melayu-Indonesia an sich, melainkan segala karya yang  berbahasa atau  yang  mengenai bahasa Melayu Indonesia, karena tujuannya ialah mem-ahami sejarah perkem-bangan pemikiran dan sejarah sis-tematik penyajian  mengenai bahasa. Bidang ini merupakan bagian dari sejarah linguistik, dan merupakan bagian kecil dari sejarah ilmu peng-etahuan atau sejarah pemikiran pada umumnya, sejarah dengan sejarah ma-tematika, sejarah biologi, sejarah an-tropologi dan sebagainya.1
Sejarah bahasa Melayu Indonesia akan membahas masalah periodisasi dan masalah penyebaran bahasa Me-layu di Indonesia. Periodisasi dalam sejarah bahasa melayu di Indonesia me-rupakan fakta yang harus ditemukan oleh penyidik bahasa. Asumsinya ialah bahwa bahasa itu berubah dari masa ke masa bukannya terus menerus setiap saat secara tidak beraturan, melainkan tergantung dari penuturannya, dari kurun waktu ke kurun waktu. Dalam suatu kurun waktu tertentu bahasa mengalami kestabilan yaitu dalam arti tidak berubah secara drastis, supaya dapat secara efektif dipergunakan oleh penuturannya. Dalam kurun kemudian bahasa itu berubah karena faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern berupa dorongan yang mengharuskan adanya perubahan dalam bahasa struktur, sedangkan faktor ekstern berwujud pe-rubahan berupa sosiokultural. Seluruh sistem bahasa yang di pergunakan dalam waktu kurun tertentu disebut periode bahasa atau dialek temporal.
Sesuai dengan sifatnya sebagai hasil akal budi manusia, bahasa memiliki keanekaragaman, juga dalam periode tertentu. Jadi, dalam setiap periode pun bahasa memiliki dialek sosial dan dialek giografis (di samping idialek), serta ragam-ragamnya. Semua variasi bahasa harus diteliti dari bahan-bahan tertulis yang ditemukan pada batu bersurat (prasati) dan surat-surat resmi antara kerajaan dengan kerajaan lain baik dalam negeri maupun luar negeri.
Untuk dapat membagi Zaman ba-hasa Melayu Indonesia atas periode kuna, periode tengahan, dan periode baru, penyelidikan yang lebih teliti memperinci periode-periode itu, dan menentukan ciri-ciri dan batasan tiap periode.
      Setakat ini menyakini adanya bahasa Melayu Kuna yang meliputi kurun waktu hingga abad ke-14 bukan hanya karena adanya bahan-bahan berupa prasasti-prasasti dari prasasti Sojomerto2 sampai prasasti Laguna3, melainkan juga karena dapat menandai ciri-ciri intern dan ekstern baha-sa.secara intern bahasa Melayu Kuna ditandai oleh vokal a,i,u,e,e; mor-fologis berupa afiks-afiks ma-, maka-, sa, mar-(kecuali di Jawa Tengah war), ni- (di Jawa Tengah di-), pa-an, par-an, ka-an; secara leksikal dalam dialek ini ada kata-kata yang serupa dengan kata yang di pakai dalam dialek temporal kemudian. Bahasa Melayu Kuna mem-punysi juga unsur-nda yang mem-bedakannya dari bahasa Jawa  Kuna. Secara ekstern, bahasa Melayu Kuna mengandung banyak sekali kata sansekerta, dan bebas dari_pengaruh bahasa Arab. Sementara ini bahasa Melayu Kuna dapat ditandai dengan dua dialek regional, yakni dialek Sumatra dan dialek Jawa Tengah.4 Dengan ditemukannya prasasti di Filipina, yang kemudian disebut pra-sasti Laguna, terbuka kemungkinan adanya dialek regional ketiga.
Periode kemudian yang diawali dengan prasati Trengganu dari tahun 1364 adalah periode Melayu Tengahan. Periode bahasa yang berlangsung terus hingga abad ke-18 secara ekstern ditandai oleh mencoloknya pengaruh bahasa Arab. Di dalamnya tercakup juga apa yang lazim disebut bahasa Melayu Klasik, yakni variasi bahasa yang dipergunakan dalam karya-karya sastra dan keagamaan Melayu. Bahan-bahan tertulis dari masa ini bukan hanya karya itu, melainkan juga pra-sasti, antara lain prasasti dwiaksara Kawi-Jawi di Sungai Udang (Negeri Sembilan) dari tahun 1467-80,5 begitu pula surat raja Ternate kepada raja Portugal tahun 1500.6
Pertengahan abad ke-18 dan abad ke-19 bahan-bahan bahasa Melayu mulai sarat dengan unsur bahasa Belanda dan bahasa Inggris, dan ada pula yang mulai ditulis dengan aksara latin, sehingga periode ini bisa disebut periode peralihan. Dalam kurun waktu ini mulai nampak perbedaan dua dialek regional penting, yakni bahasa Melayu Semenanjung dan bahasa Melayu Hin-dia Belanda walaupun dialek-dialek regiaonal lain juga cukup menonjol. Dalam abad ke-19 bahada Melayu dipergunakan sebagai bahasa jurna-listik, seperti ditulis dalam mingguan Melayu pertama Soerat Kabar Bahasa Melaijo (Surabaya 1856) atau dalam Soerat Chabar Betawi (Jakarta 1858).
Abad ke-20 adalah abad bahsa Melayu Modern. Fakta Modern yang berbentuk dakta sosial-politis sangat mewarnai variasi-variasi bahasa Me-layu abad ini. Peristiwa terpenting dalam abad ini ialah pengangkatan bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan bangsa dan negara yang kemudian bernama Indonesia. Walau-pun bahasa Melayu sudah diangkat menjadi bahasa Indonesia, ternyata variasi-variasi bahasa Melayu lain tetap hidup. Kemudian bahasa Indonesia yang walaupun tetap berakar pada bahasa Melayu yang telah menjadi bahasa “baru” memunculkan variasi-variasi baru yang sebelumnya tidak ada, seperti ragam bahasa reamaja, ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa prokem dan sebagainya. Bahkan ia me-lahirkan dialek regional dan dialek sosial yang tidak sama dengan dialek bahasa Melayu.
Kajian mengenai periodisasi bahasa ialah bahwa peralihan dari satu periode ke periode lain tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan sering secara ber-angsur-angsur, sehingga ciri-ciri peri-ode-periode itu sering bertumpang tin-dih. Dalam penelitian sejarah bahasa tidak dapat tidak harus dipergunakan sumber primer dan sumber skunder. Prasasti-prasasti, naskah-naskah, atau bahan-bahan tercetak adalah contoh sumber primer. Berita perjalanan, laporan pegawai pemerintah, laporan, memoar pelaku sejarah adalah sumber sekunder. Kedua jenis sumber itu pun dipergunakan dalam kajian mengenai penyebaran bahasa Melayu.
Dalam prasejarah bahasa, kajian tentang penyebaran bahasa dilakukan berdasarkan teori migrasi. Metode worter-und-sachen adalah metode dalam teori mig-rasi yang dipergunakan oleh kern untuk menetapkan bahwa pusat penyebaran bahasa melayu terletak di sebelah utara selat Makala. Hipotesis Sapir-Swadesh yang ber-bunyi “bahasa menyebar dari wilayah yang berdialek banyak ke wilayah yang berdialek sedikit” telah dipergunakan pada tahun 1963 untuk meng-gam-barkan penyebaran bahasa melayu dari Sumatra. Teori Sapir-Swadeshi ter-sebut di atas bertentangan dengan teori Kern.7  
Salah satu hipotesis mengenai asal-muasal bahasa Melayu yang selalu “digoyang” ialah pandangan bahwa bahasa Melayu Riau adalah model bagi bahasa Melayu standar yang dengan demikian merupakan sumber bahasa Indonesia kini. Tidak kurang dari tokoh seperti Takdir Alisjahbana yang pernah mengatakan bahwa hanya mitos belaka pandangan bahwa bahsa Melayu Riau itu standar untuk dialek-dialek Melayu.
Masalah ini menyangkut sejarah bahsa, maka metode untuk memperoleh fakta tidak sama dengan metode yang dipergunakan dalam prasejarah bahasa seperti teori Kern atau hipotesis Sapir-Swadesh. Penelitian struktual pun tidak dapat menolong,karena hanya akan memberi gambaran deskriptif tentang tiap dialek, tanpa dapat memberi gambaran tentang perbandingan dian-taranya; apalagi pada abad-abad yang lalu bahsa Melayu tersebar lewat tulisan, yakni tulisan huruf Arab(Jawi). Jadi, kata seperti apo dan sayo yang diucapkan oleh orang Melayu Riau Daratan atau ape oleh orang Melayu Riau kepulauan akan ditulis dalam aksara Jawi alif-pa dan sin-alif-ya, dan oleh orang lain dikepulauan yang luas ini akan dibaca apa dan saya.
Tidak ada jalan lain kecuali memeriksa dekumen-dekumen untuk memperoleh fakta itu. Bahwasanya dialek Riau menjadi mrujukan bahasa Melayu semenanjung kiranya tidak perlu diperdebatkan lagi (Raja Ali Haji menyebutnya loghat melayu johor Pohang Riau Lingga).8 Bahwasanya bahasa Melayu di negeri yang dahulu disebut mengambil model bahasa Melayu Riau, itu dapat kita ketahui dari laporan para amtenar Belanda dan selalu dikirim ketanjung Pinang untuk mengetahui melalui mata dan telinga pertama apa yang disebut bahasa Melayu yang ±oaik dan benar_.9 Pada tahun 1868-72 terbit buku Tjakap-tjakap Rampai-rampai Bahasa Malajoe Djohor karya Hadji Ibrahim beris teks-teks yang dapat dijadikan contoh bahasa yang benar. Bahwa bahsa Indo-nesia berkiblat ke bahasa Melayu Riau diketahui dari prasaran Ki Hajar De-wantara dalam kongres Bahasa Indo-nesia tahun 1938 di solo, dan dari memoar soemanang pemrakarsa kong-res itu.10
Hasil penelitian dari para ahli bahasa tidak terdapat bukti bawa orang Melayu Riau atau orang Melayu dari daerah  lain menyebarkan bahsa Me-layu. Bahkan di srilanka yang ada pemukiman orang berbahsa Melayu (Betawi) pembawanya bukan orang Melayu melainkan orang Jawa, Tidore, Bacan, Banten, Makasar, dan Madura, yakni orang-orang yang dibuang oleh penjajah Belanda.11 Untuk penyebaran bahsa-bahasa di Asia Tenggara sulit sekali untuk diterima hipotesis bahwa penyebaran bahasa bersamaan dengan penyebaran penuturnya. Sudah lama dibantah orang bahwa penyebaran ba-hasa sanskerta di sini adalah karena migrasi orang India.12 Kalau ada yang mengatakan bahwa sarjana biologi dan sarjana linguistik Indonesia yang suka memperkenalkan penggunaan istilah-istilah Neo-Latin adalah keturunan Romawi, pendapat ini tidak dapat dibe-narkan karena tidak ada pembuktian ilmiah.
Persebaran bahasa Melayu dan penuturnya di kepulauan Indonesia dulu dan kini sebagai bahasa sehari-hari, yaitu di antaranya bahasa Manado, Ambob, Jakarta  (Betawi), adalah kel-ompok bahasa Melayu. Sedangkan Mi-anang,Kerinci, Banjar disebut se-bagai bahasa sendiri, tanpa disebutkan atau dituliskan bahasa melayu di-belakang-nya. Untuk daerah Sumatera selatan, Jambi, Muna Butung, disebut basa Melayu Tengah. Bahasa Melayu yang lainnya ialah Kalimantan Barat, Malu-ku, Larantuka, kupang/Nusa Tenggara Timur.
Sehubungan denganhal diatas bahsa Melayu Menado, Ambon, secara ling-uistis termasuk kelompok bahasa Melayu. Sementara penutur bahasa Me-layu Menado dan Ambon menyebut bahasa sehari-hari adalah bahasa Indo-nesia.DI Wilayah ini juga diguna-kan bahasa Muna Butung yang tam-paknya non-Melayu. Di samping itu, bahasa Melayu identic dengan Islam. Oleh karena itu dapat dihubungkan dengan penutur bahasa Melayu Me-nado dan Ambon yang non-Islam yang tidak mereka sebut sebagai bahsa Me-layu.13
Bahsa melayu Betawai bukan saja dipergunakan oleh penduduk DKI Jakarta, tetapi juga oleh penduduk se-kitar Jakarta termasuk Kabupaten Be-kasi, Bogor dan tangerang. Tidak me-ngherankan apabila di daerah Jawa Barat pemakai bahasa Indonesia seba-gai bahsa seehari-hari meliputi jumlah yang sangat besar.
Untuk lebih jelasnya, bahasa yang disebut terakhir ini dinamakan bahsa Melayu Betawi atau Melayu Jakarta. Di Jakarta bahasa Melayu oleh penduduk aslinya disebut bahasa Betawi yang dipakai sebagai bahasa sastra sejak akhir abad ke-19 dan hingga kini merupakan bahasa yang sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan bahasa Indonesia liasan. Maka para penuturnya tiadak  menyebutkannya se-bagai bahasa Melayu, melainkan se-bagai bahasa Indonesia.14
Di Sumatera Selatan-Palembang, Muna Butung, banyak sekali penutur bahasa Melayu Tengah, yang berpusat di Palembang. Hampir seluruh pendu-duk menggunakan bahasa Melayu te-ngah ini sebagai bahasa sehari-hari, dan menjadi bahasa pergaulan antar daerah. Bahasa Riau serumpun dengan bhasa Melayu Johor, menjadi model untuk bahasa Melayu standar yang menjadi sumber bahasa Indonesia kini. Hampir semua penduduk Kota Riau penutur bahasa Melayu menjadiakan bahasa tersebut sebagai bahasa per-gaulan sehari-hari.15
Sedangkan bahasa Melayu Minang, kerinci dan Banjar disebut bahasa s-endiri, tanpa nama Melayu. khususnya bahasa Melayu Minag-Minagkabau di Sumatera Barat selain merupakan ba-hasa lisan, bahasa pergaulan sehari-hari, juga sangat penting dalam sejarah bahasa Indonesia, karena para penutur bahasa ini pernah mendominasi ßfem-binaan bahasa Melayu  pada masa Balai Pustaka dan kemudian pada masa Pujangga Baru. Banyak sekali tulisan-tulisan mereka yang dipublikasi-kan. Sehubungan denagan itu, jika orang Minang menulis, maka karya tulisan akan lebih mirip kepada bahasa Melayu umumnya daripada bahasa lisan.16
Menurut anggapan umum, pen-duduk Kalimantan dibagi dua kel-ompok besar, yaitu orang Dayak dan orang Melayu, di samping Cina di Kali-mantan Barat. Sebutan Dayak ditunju-kan kepada penduduk asli yang tinggal di pedalaman dan berkebudayaan asli (non-Islam), sedangkan sebutan orang Melayu dipakai untuk pendudk yang tinggal di pantai dan dipinggir-pinggir sungai serta ber-agama Islam. Sebutan tersebut diberikan oleh orang luar. Mereka sendiri tidak menyebut demik-ian. Hal ini juga bertalian dengan baha-sa mereka; orang menggunakan bahasa Dayak dan orang Melayu ber-bahasa ”Melayu” dan Banjar.
Seluruh orang Dayak, baik yang tinngal di Kalimantan Selatan, Tengah, Barat, maupun Timur, disebutkan ling-kungan geografis. Sedangkan Orang Kapuas, Bakumpai, Sampit, Barito, Ka-tingan, Banoa, Pasir, deyah, Tidung dan lain-lain diidenti-fikasikan sebagai orang Melayu. Mereka mereka menye-but dirinya orang banjar, orang Ponti-anak, dan orang Kutai berdasarkan tempat tinggal mereka’16. Orang Me-layu Ternate yang sudah digunakan disana sevagai bahasa tulis sejak abad ke-16 ketika rombongan musafir Eropa mengadakan perjalanan di Indonesia sebelah Timur dan tengah. Penutur bahasa Melayu di Maluku sangat ban-yak, tetapi mereka tidak menyebutkan bahwa bahasa pergaulan sehari-hari adalah bahasa Melayu melainkan baha-sa Indonesia.
Bahasa Melayu Larantuka adalah bahasa Melayu yang digunakan di Flores. Dewasa ini digunakan oleh pen-utur sebagai bahasa komunikasi antar-etnis. Selain daripada itu bahasa bahasa Melayu ini digunakan sebagai bahasa pergaulan sehari-hari. Bahkan juga di-gunakan sebagai bahasa penghubung antarsuku.
Sama halnya di Kupang, ibu kota Nusa Tenggara Timur juga mengguna-kan bahasa Melayu dalam pergaulan sehari-hari.17 seperti di Larantuka, ba-hasa Melayu ini juga digunakan se-bagai bahasa antarsuku.

Kesimpulan
1.      Prasejarah bahasa Melayu Indo-nesia bertujuan untuk memahami bahasa Melayu sebelum bahasa ter-tulis yang mengungkapkannya di-temukan baik sejarah sturktur baha-sa maupun sejarah sosial bahasa dan aspek-aspek kultural penutur-nya.
2.      Periodisassi sejarah Melayu Indo-nesia, abad ke-14 ditandai ciri-ciri ponologis periode pertengahan pa-da abad ke-18 ditandai dengan me-ncoloknya pengaruh bahasa Arab. Periode peralihan abad ke-19 di-tandai sarat dengan muatan bahasa belanda dan bahasa Inggris serta di-tulis dengan aksara latin. Sedang-kan pada abad ke-20 periode mo-dern ditandai peristiwa penting peng-angkatan bahasa Melayu me-njadi bahasa persatuan bangsa dan Negara Indonesia.
3.      Penyebaran bahasa Melayu terletak di sebelah Utara Selat malaka yang menyebar di Asia Tenggara. Pen-yebar bahasa Melayu Betawi ialah orang Jawa, Tidore, Bacan, Banten, Makasar, Madura yaitu; orang-orang yang dibuang oleh penjajah Belanda.
             




Catatan Akhir
1.       Stienhauer, H, xQentang aspek-aspek metodologis sejarah dalam Harimurti Kridalaksana, Masa Lampau Bahasa Indonesia : Sebuah Bunga Rampa, Jakarta, 1991, h.74.
2.       Boechari, Preliminari Revolt on The Discovery of an Old Malay In-ception at Sodjomerto, Jakarta: MIISI, 1966, h.3,48, 241.
3.       A. postman 0 th century copper-plate inscription: a Phillipine doc-ument “Kongres Indo-Pasific Pre-history Association Yokyakarta, 25 Agustus-2 September 1990. Maka-lah hasil laporan penemuan prasasti berbahasa melayu yang asil Filipina (bukan bawaan dari luar) yang ditemukan di Teluk Manila. Men-jadi Penyebab Postma menyebutnya N”aguna Copperplate Ins-crition.
4.       Tulisan singkat Harimurti Kridalak-sana, £derihal konstruksi Sintaksis dalam Bahasa melayu Kuna dimuat lagi dalam Harimurti Kridalaksana, Masa Lampau …), h.166-74.
5.       J.G.de Casparis, Ahmat majanu’s tombstone at Pangkalan Kempas and its Kawiinscription, JMBRAS, 1980, h.53.
6.       C.O Blagden, xQwo Malay letters from Ternate in the Moluccas, written in 1521 and 1522 BSOS, 1930, h.6, 87-101.
7.       Tulisan Harimurti Kridalaksana dimuat dalam _MIISI_1964.J.G. Adelaar dalam disertasinya 1985, ProtoMalayic: the reconstruction of its phonology and part of its lexicon morphologi. Mengemukakan hipo-tesis bawa tanah asal bahasa melayu ialah Kalimantan Barat.
8.       Anak judul kamus, Kitab Penge-tahuan Bahasa (1854).
9.       Honderd Jaar Studie van Indonesie 1850-1950 (Den Haag 1976), dan juga J.L.Swellengrebel In Leydeck-ers Vvoetpoor: anderhalve eeuw Bijbelvertailing in de Indonesische-talen, jilid I dan II VKITLV dan 82 (1974 dan 1978).
10.   PDK, Kongres Bahasa Indonesia 1 (solo: direkam dalam Masa lampau … 1938)
11.   M. M. Mahrroup, “nalay Language in Sri Lanka: sociomechanics of a Minority Language in its Historical Setting Islamic Studies, 1992, h. 4, 78, 464.
12.   J.Gonda, Sanskrit in Indonesia (1974).
13.   Collins, J.T, Ambon Malay and Creolization (Kuala Lumpur 1980).
14.   Kay Ikranegara, Tata Bahasa Melayu Betawi (Jakarta: Balai Pustaka 1998.
15.   Muhadjir, £deta Persebaran Bahasa Melayu sebagai Bahasa Pergaulan di Asean di Riau, 8-10 september 1992).
16.   Muhajir dan Maria Kresentia,  Ø’ahasa di Kalimantan Tengah (Laporan penelitian untuk LIPI 1991).
17.   Kumanirreng, Thees, Ø’ahasa Me-layu Larantuka Jakarta disertasi di fakultas Sastra Universitas Indo-nesia, 1983.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar